Gairah di Balik Tugas Dokter (Cuckold Story) – Part 1

[Pagi Pertama di Sukamaju]

Malam harinya, setelah selesai merapikan barang-barang, kami berdua duduk di sofa reot ruang tamu. Anisa terlihat lelah dan sedikit gelisah.

“Kamu kenapa, Beb? Kalau ada hal yang bikin ga nyaman, bilang aja,” kataku.

“Aku risih tinggal di sini,” ucapnya dengan nada lirih. “Bau sampahnya nyengat banget. Terus juga risih sama tatapan orang-orang di sini … kayak lagi ditelanjangin aku rasanya.”

Aku tersenyum dan duduk di sebelahnya ku elus rambutnya dengan lembut.

“Aku paham, Beb. Tapi kita harus inget tujuan kita di sini apa. Di desa ini ga ada tenaga medis, padahal masih di pulau Jawa loh. Tujuan kita kan baik. Kita ada di desa yang jauh berbeda sama Jakarta, mayoritas warganya itu kalangan menengah ke bawah. Pria-pria di sini mungkin ga pernah lihat wanita kayak kamu sebelumnya. Wanita kayak, berpendidikan, terhormat, cantik, putih, badannya bagus.”

Anisa mengangguk, ia kelihatan lebih baik semarang. Aku mencumbu pipinya dengan lembut, lalu menariknya dekat ke dadaku.

“Kamu tahu betapa kamu cantik, Beb. Tubuh kamu sempurna, dan pria-pria di sini pasti terpikat sama kamu.”

Aku menurunkan tangan ke dada Anisa, merasakan kelembutan kulitnya melalui blouse nya.

“Dada kamu yang gede dan kenceng, paha jenjang kamu, wajah kamu yang cantik … semuanya beda dari wanita-wanita di sini.”

Anisa mendesah, tubuhnya sedikit lunak di pelukanku. Aku melanjutkan dengan suara rendah penuh hasrat.

“Bayangin, Beb, kalo Pak RT atau Mas Dedi ngelihat kamu sekarang, mereka pasti bakalan sange berat.”

“Ih, apaan sih, Beb,” keluhnya.

Aku meremas bongkahan dada Anisa dengan lembut dari luar blouse yang ia kenakan. “Bayangin … kalo yang lagi remes-remes toket kamu sekarang itu Pak RT, dia pasti bakalan langsung mati bahagia, Beb.”

Anisa tertawa mendengar jokes tipis-tipis ku. Aku memindahkan tangan ke lehernya, mengusap dan mencium kulitnya yang mulus.

“Ahhhh ….”

Saat desahan kecilnya muncul, langsung ku lucuti pakaiannya. Ku keluarkan bongkahan kenyal istriku dari balik BH yang ia kenakan. Puting merah jambunya sudah mengeras, tanpa basa-basi, langsung ku hisap kuat-kuat.

“Ahhhhh … enak, Beb, shhh ….”

“Bayangin lagi, Beb. Bayangin muka Dedi sekarang. Pandangannya tajem kayak burung elang yang nemu mangsanya. Dia pasti bakal isep toket kamu kuat-kuat sampai merah. Dia gigit pentil kamu kayak gini!”

Aku menggigit puting susu Anisa dengan lembut.

Ia meremas rambutku pelan. “Ahhhhhhh~”

Anisa mendesah lebih dalam, tubuhnya bergetar.

Aku mengangkat Anisa dan membawanya ke ranjang reyot di kamar kami. Dengan gerakan cepat, aku melepaskan pakaiannya yang tersisa, juga pakaian yang ku kenakan, sampai kami berdua telanjang.

Aku menempatkan tubuh Anisa di atas ranjang, mengangkat kaki-kakinya dan menempatkannya di bahu ku.

“Masukin, Beb,” ucap Anisa lirih dengan suara penuh hasrat.

Aku tersenyum dan menempatkan tubuhku di antara paha Anisa, dan dengan satu gerakan, aku memasukkan batang ku ke dalam lubang yang ia miliki.

“Ahhhhh ….” Kami berdua mendesah bersama, tubuh kami beradu dengan tempo romantis.

Pok, pok, pok … suara kelamin kami beradu, diiringi suara decitan ranjang saat tempo kami naik.

Aku menggenjot istriku dengan kuat dan dalam.

“Ahhhhh … ahhhh … ahhhh … terus, Bebbbb … ahhhh.”

Mendengar desahan dan gemuruhnya membuat hasratku menggila. Aku makin mempercepat serangan dengan spell inspire dan item full penetrasi.

“Bayu, Bayu … aku mau keluar, mphhhh …,” desis Anisa lagi, kaki-kakinya melilit pinggulku dengan erat. “Ahhhh … ahhh … ahhh … enak banget!”

Gerakan ku semakin cepat dan kuat.

“Ahhhh … ahhhh … ahhh … aku keluaaarrr, babyyyyy … uuuhhhh ….”

Anisa mendekapku erat, tubuhnya bergetar hebat. Ia mendapatkan orgasmenya. Aku merasa diri ku menggelegar, dan dengan satu hentakkan terakhir, ku tancap dalam-dalam kontolku sambil melepaskan segalanya di dalam Anisa.

“Aaahhhh … aku keluar juga, Babyyyy,” lenguhku.

Anisa mengunci pinggulku dan menekannya, ia juga mempererat pelukannya. “Keluarin semuanya, Babyyyyy.”

Setelah itu, aku mencabut kontolku dan terkulai lemas dengan napas terengah-engah. Kami berdua terlelap dengan tubuh telanjang.

***

Pagi harinya, Anisa mengajakku untuk pergi belanja kebutuhan makanan.

“Beb, temenin belanja yuk buat stok makanan.”

“Aku masih sibuk ngurusin list alat buat puskesmas nih. Besok udah buka, takutnya ada yang belum ready,” balasku.

Aku beralasan ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan di rumah, padahal list itu baru saja ku selesaikan beberapa menit lalu.

Akhirnya, Anisa memutuskan pergi sendiri. Kata ibu tetangga, di pangkalan ojek ada tukang sayur yang biasa mangkal. Karena jaraknya tidak terlalu jauh, Anisa pun berjalan kaki menuju lokasi tersebut.

Pagi itu, Anisa mengenakan kaus putih yang pas di badan dan sedikit memperlihatkan lekuk tubuhnya. Dada besar itu tidak bisa disembunyikan hanya dendan satu lapis pakaian, makanya ia tambal dengan cardigan abu-abu. Celana jeans biru tua membalut kakinya.

Aku diam-diam ikut keluar tak berselang lama dari kepergian istriku, mengikutinya dari jarak yang agak jauh. Aku ingin melihat bagaimana dia berinteraksi dengan lingkungan baru ini.

Anisa berjalan dengan anggun menuju tukang sayur. Di pangkalan ojek, aku melihat beberapa pria yang sedang bermain gaplek. Saat menyadari kehadiran Anisa, mereka mulai mengintai dengan tatapan buas. Aku tersenyum kecil, melihat para pria itu.

“Abang, berapa harga tomatnya?” tanya Anisa dengan suara lembut.

“Harga tomatnya Rp. 20.000 per kilo, Bu,” jawab tukang sayur dengan senyum.

Anisa mengangguk dan mulai memilih sayur-sayuran yang ia butuhkan. Dari kejauhan, aku melihat beberapa pria mulai bergerak. Dua orang keluar dari permainan dan berjalan ke arah gerobak sayur. Dari jarak ini, aku bisa mendengar dialog mereka.

“Tahu susu berapaan, Bang?” tanya salah satu pria sambil melirik ke arah dada istriku.

“Ga jual tahu susu saya,” jawab tukang sayur.

“Terus itu apaan?”

Bapak tukang sayur itu memicingkan mata. “Mana?”

“Ini.” Pria itu menunjuk dada Anisa.

Aku terdiam menikmati tontonan ini. Anisa masih terlihat tenang, berusaha tidak terpengaruh oleh pelecehan itu. Dia lanjut belanja memilih sayur-sayuran dan mengabaikan pria tersebut. Ekspresinya tidak terlalu terlihat jelas dari jarak ini, tapi ku taksi Anisa sedang ketakutan saat ini, karena pria yang sedang menunjuk dadanya itu terlihat seperti preman. Penampilannya urakan dan memiliki banyak tato buram di tubuhnya.

“Itu mah susu tahu,” balas seorang pria gemuk yang berdiri di samping Anisa. Ia memakai jersey Manchester United.

Anisa hanya tersenyum canggung menanggapi dirty jokes mereka. Dari gelagatnya, ia terlihat kurang nyaman.

“Jadi berapa totalnya, Bang?”

Karena tampaknya ia buru-buru menyelesaikan urusannya. Aku pun segera pergi dari posisiku dan berjalan cepat menuju rumah sebelum ia menyadari keberadaanku.

***

Siang harinya, saat aku sedang duduk sambil menikmati kopi di teras rumah dinas, alias kontrakan petak. Dari arah jalan, seorang pria melangkah memasuki area kontrakan. Aku langsung mengangkat pandang, menatap pria gemuk dengan jersey Manchester United itu. Dia adalah salah satu pria yang menggoda Anisa pagi tadi di tukang sayur.

“Ngopi, Mas,” sapaku.

Ia tersenyum. “Sudah, Mas. Baru aja selesai ngopi-ngopi.”

“Ajak-ajak saya dong.”

“Nanti malam atau besok ikut aja, Mas. Sekalian kenalan sama warga lain,” balasnya.

Kami pun berkenalan. Rumah kontrakan yang ku tempati ini menempel dengan empat rumah lainnya. Pria gemuk ini tinggal persis di sebelah kanan rumah dinas yang ku tinggali, tepatnya menempel dengan kamar. Ia bernama Mang Ujang, fans MU garis keras. Aku juga bilang, kalau aku adalah dokter yang mulai besok bertugas di puskesmas desa.

“Ngomong-ngomong … yang belanja sayur tadi pagi itu—istrinya, Mas? Soalnya saya baru liat juga.”

Aku mengangguk sambil tersenyum. “Iya, itu istriku, Anisa namanya. Kenapa ya, Mang Ujang?”

Pria itu memberiku jempol. “Istrinya cantik banget, Pak Dokter. Saya ga bermaksud nguping, tapi karena dinding rumah saya sama Pak Dokter nempel, jadi saya denger semua.”

“Denger apa, Mang?” tanyaku.

“Saya denger pertempuran Pak Dokter sama istri semalem. Maaf, Dok, tapi suara istri Dokter cetar membahana. Saya sampe tegang dan bayangin. Sekali lagi maaf, Dok.”

Aku sedikit terkejut, tetapi juga tersenyum. “Maaf ya, kami ga sengaja ganggu Mang Ujang dan keluarga.”

Pria itu terkekeh. “Ganggu apa, Dok? Saya hidup sebatang kara, sudah cerai sama istri udah lama. Saya sih cuma anggap hiburan aja. Tapi jujur, desahan Bu Dokter kayak yang di film-film bokep, hehe.”

Aku menelan ludah, merasa gairah ku juga perlahan bangkit. “Oh, begitu. Maaf ya, kami akan berhati-hati nanti.”

“Sering-sering aja, Dok,” katanya dengan senyum nakal. “Saya sih seneng-senang aja dengernya, bikin tegang.”

Aku ikut terkekeh menimpali candaan tulus berbau nakalnya. Jiwa pamerku memberontak! Rasanya ingin sekali menunjukkan Anisa secara langsung padanya.

“Saya tinggal ya, Dok.”

“Oh, oke. Silakan,” balasku.

Pria itu masuk ke dalam rumahnya meninggalka
n ku dengan pikiran yang panas. Aku tersenyum menikmati sensasi ini. Aku berpikir bagaimana caranya memberikan pria-pria di desa ini sesuatu untuk diingat.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *